Jumat, 06 Mei 2011

Eat, Pray, Love


KISAH LIZ GILBERT

Dalam memoar berjudul “Eat, Pray, Love”, dikisahkan Liz Gilbert merasa tidak bahagia dan hancur dalam pernikahannya lalu memutuskan bercerai. Ketika hidupnya berguncang, Liz tidak melakukan hal-hal yang tidak baik seperti marah, dendam, menuntut ini-itu kepada suami-nya, melarikan diri ke narkoba atau miras, bunuh diri [ini berbahaya sekali], dll. Sebaliknya malah Liz memutuskan untuk memasuki jalan-jalan dharma.

Ini adalah pilihan yang sangat tepat. Biasanya dalam keadaan hidup yang terguncang, banyak orang yang memilih untuk marah, protes atau melakukan perlawanan. Sayangnya hal ini mirip dengan tenggelam dalam lumpur rawa-rawa, semakin kita melawan semakin dalam kita tenggelam. Belajar dari hal ini, Liz bukannya marah, protes atau melakukan perlawanan, tapi mencoba untuk menemukan penerangan dari balik kegelapan kesedihan.

Pergi ke Italia mencari kebahagiaan duniawi melalui makanan yang enak.
Italy : EAT

Pergi ke India mencari kebahagiaan surgawi melalui sadhana yang indah.
India : PRAY

Dan di Pulau Bali bertemu pesan kosmik yang indah, yaitu pencerahan dan kasih sayang.
Bali : LOVE

Dari Kota New York, Liz melakukan perjalanan antar-benua di dalam pencariannya, melalui persahabatan di Italia, Ashram di India dan pertemuan dengan Ketut Liyer di Pulau Bali.


SENYUMAN

Di dalam upaya untuk merealisasi keseimbangan bathin, Ketut Liyer mengajarkan Liz untuk melampaui dualitas :"Ingat meditasi sambil tersenyum. Apapun yang datang dan muncul dalam meditasi, tugas kita adalah tersenyum".

Mengapa senyuman sangat penting ? Karena ia tidak hanya berguna bagi yang melihatnya, ia malah lebih berguna bagi pemilik senyuman itu. Karena senyuman menjadi jembatan antara sang diri dengan mahluk lain dan kehidupan.

Coba rasakan beda antara kondisi bathin kita sedang stress, depresi, sedih atau marah dibandingkan dengan kondisi bathin ketika kita tersenyum. Sangat berbeda bukan ? Dalam kondisi bathin kita sedang stress, depresi, sedih atau marah semua ingatan akan dharma beserta keluhurannya lenyap, menghilang, terlupakan. Dalam senyuman yang tulus, ikhlas dan penuh rasa syukur, bathin cenderung damai, tenang-seimbang.

Apapun alasannya, senyuman selayaknya selalu bersemi. Ibarat mobil yang rusak mengkarat karena tidak pernah dipakai, senyuman juga demikian. Tanpa digunakan, ia akan merusak hubungan kita dengan orang lain, membuat pintu hati tertutup rapat dan membuat kehidupan menjadi penuh karat, berdebu dan kurang bermanfaat.

Banyak sekali manfaatnya kalau kita mendidik diri untuk selalu tersenyum dalam setiap keadaan. Awalnya memang penuh rasa terpaksa. Tapi begitu menjadi kebiasaan dalam hidup, bunganya akan mekar, bersemi dan bercahaya menerangi semua. Dengan cara demikian Liz belajar melampaui dualitas, sehingga ia mulai menemukan keseimbangan bathin-nya.

UPEKSHA

Akan tetapi di akhir kisah ia harus memilih, antara mendapatkan cinta tapi kehilangan keseimbangan bathin atau kehilangan cinta tapi tidak kehilangan keseimbangan bathinnya. Di tengah kegundahannya, Ketut Liyer memberi pesan yang indah sekali kepada Liz : “Sometimes losing balance for love, is part of learning balance in life”. [Kehilangan keseimbangan bathin demi kasih sayang, adalah bagian dari belajar melatih bathin tenang-seimbang yang lebih mendalam di dalam hidup ini].

Memiliki bathin yang tenang-seimbang [upeksha] itu perlu sebuah perjuangan. Hal ini tidak pernah datang secara gratis dari langit, semuanya harus kita upayakan. Dan seringkali bathin yang tenang-seimbang itu baru bisa mendalam setelah kita melewati berbagai macam penderitaan. Karena penderitaan bukanlah musuhnya keseimbangan bathin, tapi penderitaan sedang membuatnya menjadi lebih dewasa, lebih bermakna dan lebih mendalam. Dan hadiahnya adalah kasih sayang yang mekar bunga-nya dengan indah dalam bathin.

JALAN-JALAN DHARMA

Salah satu hal yang sangat dihindari dan dibenci manusia dari dulu hingga sekarang adalah kesedihan, musibah, jatuh sakit atau penderitaan. Hal tersebut di-identik-kan dengan hal-hal yang serba negatif seperti hukuman Tuhan atau godaan setan, layaknya sampah kehidupan.

Sesungguhnya kesedihan, musibah, jatuh sakit atau penderitaan adalah pesan-pesan dharma, karena hal itulah yang biasanya membimbing manusia memasuki jalan dharma yang terang dan dalam. Coba perhatikan, orang kaya yang bahagia karena kekayaannya, jarang yang nyambung dengan jalan dharma. Tapi begitu kena musibah atau cerai, baru mulai menapaki jalan dharma. Pejabat yang sedang bahagia karena berkuasa, jarang yang memasuki jalan dharma. Tapi nanti kalau sudah jatuh sakit, sakit dan sakit, baru ingat dengan jalan dharma. Dll-nya.

Hadiah kehidupan terbaik adalah kesedihan, musibah, jatuh sakit atau penderitaan. Pertama, membayar banyak hutang karma. Kedua, mencegah kita menjadi sombong dan serakah dalam kehidupan. Dan ketiga, tidak ada pertumbuhan bathin yang mendalam tanpa hal-hal tersebut. Hadapi dengan bathin damai dan penuh kasih sayang dan jangan melakukan perlawanan. Karena melakukan perlawanan [dengan sikap tidak peduli, tidak-rela, marah-marah atau benci] adalah, pertama karma buruk kita tidak berkurang malah bertambah, dan kedua karena sesungguhnya kita melarikan diri dari proses pertumbuhan bathin.

Kisah Liz Gilbert dalam ”Eat, Pray, Love” ini adalah kisah kita semua. Banyak manusia yang mencari kebahagiaan melalui obyek-obyek diluar dirinya, kemudian akhirnya kecewa dan terguncang. Tapi ketika kita menderita itulah kita "dipaksa" mencari kebahagiaan di dalam diri. Begitu kita berhasil menemukannya, tiba-tiba dalam bathin muncul cahaya kasih sayang yang menerangi semua.

NB : Terimakasih Ubud karena sudah menginspirasi Liz. Terimakasih Ubud karena sudah menginspirasi saya dalam tirtayatra Banyu Pinaruh kemarin. Rahayu, rahayu.

Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Soma Ribek, 25 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar