Minggu, 08 Mei 2011

Sad Ripu 5 : LOBHA [ketidakpuasan / serakah]

Orang yang serakah hidupnya resah, gelisah, sering mengeluh dan marah-marah. Ujung-ujungnya sengsara dan jauh dari paramashanti. Kalau mau kehidupan dan kematian yang damai dan bahagia, hendaknya keserakahan ini kita tiadakan dari dalam bathin.


AKAR PENYEBAB LOBHA [SERAKAH]

1. Tunduk kepada hawa nafsu keinginan.

Kita menjadi serakah karena tunduk kepada hawa nafsu keinginan. Keinginan liar, tidak pernah puas. Ketika sudah bisa punya sepeda motor, ingin punya mobil. Ketika sudah bisa punya rumah kecil, ingin punya rumah mewah. Yang sudah menikah, ingin punya istri atau suami yang ideal. Ketika bisa punya uang satu juta, ingin punya uang lima juta. Keinginan kita selalu tidak terpenuhi. Kita seperti berkejaran dengan bayangan sendiri. Kalau bayangan kita kejar, tentu kita tidak akan pernah ketemu.

2. Bathin yang diguncang oleh dualitas.

Kita mau hidup senang dan tidak mau hidup susah, mau yang menyenangkan dan tidak mau yang tidak menyenangkan, mau dihormati orang dan tidak mau tidak dianggap. Padahal tidak ada hidup yang seperti itu. Dalam kehidupan ini semua orang melewati bahagia dan sengsara, pernah dipuji dan direndahkan, melewati sakit dan sehat, pernah sukses dan gagal, dll. Karena demikianlah kehidupan, selalu ada Rwa Bhinneda.

3. Suka membuat perbandingan-perbandingan berbahaya.

Kita tidak puas karena suka membandingkan, misalnya membandingkan pasangan hidup kita dengan pasangan hidup orang lain atau mantan kita dulu. Kita membandingkan tempat kerja kita dengan tempat kerja yang lain. Kita membandingkan uang yang kita punya dengan uang orang lain. Atau kita membandingkan dengan masa lalu, dulu dia banyak uang, lebih cantik atau tampan, lebih sehat, tapi sekarang uangnya sedikit, fisiknya tidak sebagus dulu lagi [gemuk, keriput], sering sakit. Kalau bisa kita ingin menukarnya.

BAGAIMANA MENGELOLA KESERAKAHAN YANG MUNCUL DALAM BATHIN

1. Hati-hati terhadap segala hal yang bisa membuat keserakahan kita muncul.

Kalau bathin kita masih labil dan sangat goyah, kemudian didukung oleh lingkungan yang menggoda, itu hal yang berbahaya. Kalau bathin kita masih sangat goyah kita harus menghindari godaan. Kalau tidak perlu, hindari datang ke mall, ke pameran, membaca majalah shopping, dll. Karena bahayanya hal seperti itu, kita tidak mendesak perlu barang-pun kita bisa jadi beli, beli dan beli. Hindari pergaulan yang bisa mendorong kita untuk korupsi, selingkuh, berfoya-foya, dll.

Tapi seandainya kita tidak punya pilihan, jalan berikutnya adalah melatih dan membiasakan diri. Lingkungan hidup kita boleh penuh dengan godaan korupsi dan ketidakjujuran, godaan selingkuh, godaan jurang kaya-miskin yang jomplang, godaan biaya hidup mahal, godaan pola hidup konsumtif, dll. Jangan tergoda, tapi gunakan sebagai kesempatan untuk melatih dan membiasakan diri mengasah kepolosan, mengasah kejujuran, mengasah kebaikan, dll. Kalau demikian caranya, godaan-godaan itu bukannya membuat bathin kita terbakar, tapi membuat kita bisa mereguk sejuk dan damainya tirta [air suci] kesadaran.

2. Bersyukur.

Belajar melihat sisi indah dari setiap kejadian dengan penuh rasa syukur, karena selalu ada keindahan dalam setiap kejadian. Gaji naik bersyukur, gaji turun juga bersyukur, karena kita sedang diajarkan oleh kehidupan untuk hemat dan mengendalikan nafsu keinginan. Kantor nyaman bersyukur, kantor tidak nyaman juga bersyukur, karena kita sedang diajarkan oleh kehidupan untuk sabar. Istri cantik bersyukur, istri tambah jelek juga bersyukur, karena kita sedang diajarkan oleh kehidupan untuk mengendalikan nafsu seks. Ciri orang yang hidupnya terang, seluruh arah penuh dengan rasa syukur.

Kenapa manusia sengsara ? Salah satu sebabnya karena mau hidup senang dan tidak mau hidup susah, mau yang menyenangkan dan tidak mau yang tidak menyenangkan. Padahal tidak ada hidup yang seperti itu. Dalam kehidupan ini semua orang melewati bahagia dan sengsara, pernah dipuji dan direndahkan, melewati sakit dan sehat, pernah sukses dan gagal, dll. Karena demikianlah kehidupan, selalu ada Rwa Bhinneda.

Kalau kita tidak mau hidup yang sengsara dan berevolusi menuju penerangan bathin, peluk dualitas dengan tingkat kemesraan yang sama. Kebanyakan orang tidak bisa menemukan penerangan bathinnya karena dia "menendang" kehidupannya. Mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Tidak puas, tidak puas dan tidak puas. Kita akan mulai berevolusi menuju penerangan bathin, kalau dimanapun kita berada, apapun yang kita lakukan, apapun yang terjadi, coba lihat semuanya dengan sudut pandang yang penuh dengan rasa syukur.  Ketika kita penuh rasa syukur [shantosa], mau rumahnya mewah atau sederhana, mau mobilnya mahal atau jalan kaki, mau pasangan hidup kita cantik, tampan atau jelek, rumah kita langsung menjadi rumah penuh kedamaian dan kebahagiaan.

3. Melatih dan membiasakan diri dengan kebaikan [memberi dan kerelaan].

Sikap kita untuk mengurangi keserakahan bisa dimulai dengan melatih diri untuk melepas sebagian dari milik kita [memberi]. Ketika kita memiliki sesuatu, kita selayaknya ingat dengan pihak lain yang tidak memiliki. Kita takut memberi semata karena ke-aku-an [ahamkara] kita sendiri, kita tidak mau melepas kenyamanan yang telah kita miliki.

Sikap kita untuk mengurangi keserakahan bisa dimulai dengan kerelaan untuk memberikan ke-aku-an kita [aku, milikku] untuk kebahagiaan orang lain.

Kedua hal ini yang sesungguhnya menjadi dasar dari evolusi bathin kita dalam meruntuhkan keserakahan di dalam bathin. Memberi dan kerelaan [kebaikan] dapat bersifat materi atau bukan materi. Yang berupa materi biasanya berupa pemberian uang, barang, obat-obatan, makanan, dll. Sedangkan yang berupa bukan materi bisa berwujud apa saja, misalnya sebuah senyuman, senyuman itu sebuah pemberian. Sikap penuh pengertian akan apa yang diinginkan orang lain, kerelaan demi membuat orang lain senang, memberikan perhatian, dll.

Selamat datang di jalan dharma yang sesungguhnya.

Rumah Dharma – Hindu Indonesia
26 November 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar