Jumat, 10 Juni 2011

Empat aspek dalam melaksanakan svadharma [tugas kehidupan]

Di dalam mengarungi samudera kehidupan, secara paling sederhana ada empat aspek yang musti kita kembangkan agar melaksanakan svadharma dalam hidup bisa berjalan, sekaligus membimbing kita menuju penerangan.


KESABARAN

Dalam dharma kita diajarkan, hidup ini adalah karma yang berputar. Salah satu sebab kita dilahirkan kembali ke dunia ini adalah untuk membayar hutang karma. Sehingga lebih cepat kita bisa melunasi hutang tersebut lebih bagus. Karena dengan demikian banyak jalan akan terbuka untuk kita, yang akan membimbing kita menuju kondisi-kondisi kesadaran yang terang.

Celakanya banyak diantara kita terlahir kembali ke dunia bukannya membayar hutang karma, melainkan menambah hutang karma baru. Misalnya : suami / istri marah-marah, kita balas marah-marah lebih keras lagi. Ini adalah hal yang harus direnungkan kembali. Pertama tidak bayar hutang karma, kedua menambah hutang karma baru. Ketika kita terlahir kembali ke dunia ini, suami / istri kita akan jadi orang yang lebih menyulitkan dan menyakiti kita. Tambah parah. Sehingga yang terbaik adalah, diamlah, sabar dan tetaplah sejuk dan damai. Sebabnya kita ketemu suami / istri yang galak, adalah karena kita membayar hutang karma kepada suami / istri kita itu. Kalau dia marah, kita bisa diam, sabar dan tetap sejuk, kita bayar hutang karma dan hutang karmanya lunas.

Salah satu pilihan terbaik dalam hidup adalah membayar hutang karma secepat-cepatnya. Dan dengan siapa orang yang harus kita bayar hutang karma itu ? Itulah mereka orang-orang yang suka menyakiti kita. Setiap bertemu orang yang menyakiti kita, itu tanda-tanda kita sedang membayar hutang karma. Kalau kita ditipu sama tetangga, diamlah-sabar dan tetap sejuk. Kalau mobil kita ditabrak orang, diamlah-sabar dan tetap sejuk. Intinya : ketika kita ada masalah dengan orang, diamlah-sabar dan tetap sejuk. Karena hanya dengan demikian kita membayar hutang karma. Jangan melawan dengan kemarahan, apalagi caci-maki dan kebencian.

Yang terindah dari hal ini adalah, ketika kita terus-menerus membayar hutang karma, kita menjadi manusia yang sabar. Kesabaran membuat bathin kita mudah sekali menjadi tenang. Dan ketika kesabaran menyatu dengan ketenangan, kita bisa menerima hidup apa adanya [nrimo]. Ujung-ujungnya kita menjadi manusia yang dengan bathin yang shanti [damai]. Dan dengan bathin yang shanti, kemanapun kita akan mudah terhubung dengan wilayah-wilayah kemahasucian. Ketika kita sembahyang, akan terasa bedanya. Ketika kita meditasi, akan terasa bedanya. Demikianlah cara hidup membimbing kita menuju kondisi-kondisi kesadaran yang terang.

KERJA KERAS

Hidup ini sebuah dharma, melaksanakan kerja itu sebuah dharma. Dharma akan menjadi indah kalau kita laksanakan. Tanda-tanda kerja kita menjadi dharma yang dilaksanakan adalah ketika kita melaksanakan tugas-tugas kehidupan kita dengan sebaik-baiknya, tapi apapun yang terjadi, apapun hasilnya, terima dengan senyum damai. Misalnya : kalau kita jadi room boy di hotel, bersihkan kamar hotel sebaik-baiknya, lupakan berapa kita dapat gaji dari perusahaan atau berapa kita dapat tips dari tamu. Kalau kita pegawai bank, layani semua nasabah dengan sebaik-baiknya, lupakan berapa kita dapat gaji dari perusahaan atau kapan kita naik pangkat.

Kalau kita belajar dharma, tapi setiap hari mengeluh gaji kurang banyak, atasan atau tamu hotel memperlakukan kita kurang bagus, itu sama sekali tidak nyambung dengan ajaran dharma. Karena melaksanakan dharma sehari-hari itu bisa begitu sederhana : laksanakan tugas-tugas kehidupan [svadharma] kita dengan sebaik-baiknya, tapi apapun yang terjadi, apapun hasilnya, terima dengan senyum damai. Kalau kita menjadi ibu rumah tangga, fokuskan diri melayani anak dan suami dengan sebaik-baiknya, itu dharma. Kalau kita menjadi petugas kolam renang, fokuskan diri menjadikan kolam renang kita kolam renang paling bersih di dunia, itu dharma. Kalau kita menjadi pegawai, fokuskan diri melaksanakan perintah atasan lebih baik dari yang dia niatkan, itu dharma. Kalau kita menjadi polisi, fokuskan diri menjadikan wilayah tugas kita menjadi tempat paling aman dan tertib di dunia, itu dharma. Karena tempat melaksanakan dharma tidak hanya di pura, di tempat kerja juga tempat melaksanakan dharma, di rumah juga tempat melaksanakan dharma dan seluruh hidup ini tempat melaksanakan dharma.

Orang-orang yang bekerja dengan spirit penuh keluhan, penuh ketidakpuasan, bathinnya terbakar. Sebaliknya semakin banyak sattvam [kemurnian bathin] dalam hidup kita, semakin efisien dan mudah kita menunaikan tugas-tugas kehidupan kita. Sehingga bekerjalah dengan keras, dengan sebaik-baiknya, di dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan [svadharma] kita. Dan jangan bekerja dengan spirit yang penuh keluhan-keluhan : gaji tidak naik-naik, atasan tidak adil, dll. 

Bahkan kalau bisa : kalau kita dibayar dengan nilai 10 oleh perusahaan, kita bekerja dengan nilai 15. Kalau kita dibayar dengan nilai 15 oleh perusahaan, kita bekerja dengan nilai 20. Dst-nya. Selalu memberi dan memberi nilai lebih kepada kehidupan. Karena dengan cara seperti itu, kita sedang menabung banyak karma baik. Kenapa ada banyak wajah yang kusut dan menyerengut di jaman sekarang ? Karena dia dibayar dengan nilai 10, kerjanya nilainya 5. Ngabsen pagi-pagi, kita minta diabsenin sama teman. Orang-orang seperti itu, orang-orang yang setiap hari membuat hutang karma kepada kehidupan. Dibandingkan berhutang lebih baik memberi yang lebih.  Kalau kita dibayar dengan nilai 10 oleh perusahaan, bekerjalah dengan nilai 15. Kalau kita dibayar dengan nilai 15 oleh perusahaan, bekerjalah dengan nilai 20. Dst-nya. Karena kalaupun atasan kita tidak mencatat, ada atasan yang lebih tinggi [hukum karma, hukum semesta] yang mencatat keikhlasan kerja kita.

BERSYUKUR

Hidup seperti pertandingan sepakbola, tidak ada tim yang menang terus. Hidup seperti orang yang berjualan, tidak ada pedagang yang untung terus. Hidup persis seperti alam, habis siang ada malam, habis panas ada hujan, habis jalan menanjak ada jalan menurun. Sayangnya sebagian besar manusia sengsara dan bathinnya berguncang karena mau yang baik-tidak mau yang jelek, mau naik-tidak mau turun, mau menang-tidak mau kalah, mau untung tidak mau rugi.

Kenapa ada manusia yang tidak siap menerima ha-hal yang negatif ? Karena serakah. Menangnya mau, tapi kalahnya tidak mau. Baiknya mau, tapi jeleknya tidak mau. Istri cantik kita terima, tapi begitu cerewet mau kita ceraikan. Padahal tidak ada orang yang grafik hidupnya selalu naik, selalu dapat yang baik, selalu bahagia, TIDAK ADA HIDUP SEPERTI ITU. Menyiapkan diri menerima hal yang menyenangkan itu mudah, tapi menyiapkan diri menerima hal yang tidak menyenangkan, itu orang bijaksana. Terlebih karena kebijasanaan dan kedewasaan itu akan bisa muncul, kalau kita sering mengalami kekalahan, kerugian atau kejatuhan.

Hiduplah dengan penuh rasa syukur kepada apapun yang terjadi. Caranya dengan belajar melihat sisi indah dari setiap kejadian, karena selalu ada keindahan dalam setiap kejadian. Bersyukur tidak hanya ketika suami atau istri sayang sama kita, tapi juga bersyukur ketika suami atau istri marah-marah, karena itu adalah guru kesabaran yang sejati. Bersyukur tidak hanya ketika gaji naik, tapi juga bersyukur ketika ada pemotongan gaji, karena kita diajarkan untuk menjadi hemat dan tidak menuruti hawa nafsu [beli ini-itu]. Orang yang ke semua arah penuh dengan rasa syukur, hidupnya terang seperti matahari. Tidak diterangi oleh cahaya luar, tapi diterangi oleh cahaya dalam.

Dengan hidup yang penuh rasa syukur, kita membuat bathin kita tambah terang, sekaligus mencegah diri kita membuat hutang karma yang baru dengan marah-marah, protes, dll.

KEBAIKAN

Lakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan, lalu segera lupakan. Bantulah orang yang memerlukan pertolongan, buatlah hati orang lain menjadi senang dan bahagia, setelah itu lupakan. Dan melaksanakan kebaikan seperti ini bukan saja membuat orang lain bahagia dan bisa membantu kita dalam menghadapi karma buruk dalam hidup, tapi juga sekaligus menerangi bathin kita sendiri.

Lakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Kalau tidak bisa atau tidak mampu, cukup jangan menyakiti.

Rumah Dharma – Hindu Indonesia
31 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar